Makalah Teori Belajar


Pembelajaran merupakan sebuah proses menuju  tercapainya tujuan pendidikan. Dalam hal ini,  proses pembelajaran sangatlah menentukan  kemana anak didik itu akan dibawa. Berbagai macam model pembelajaranpun dilaksanakan untuk meraih tujuan. Karena proses pembelajaran merupakan bagian yang integral dari pendidikan.

Dalam konteksnya dengan teori belajar yang diintegrasikan kedalam pendidikan, beberapa teori belajar ditawarkan untuk diterapkan. Diantara teori. Teori ini membuat suatu gambaran dari miniature problematika kehidupan yang akan dihadapi oleh peserta didik dan guru sebagai pengajar. Berangkat dari sebuah pengalaman yang dilakukan oleh para ahli, menggambarkan tentang berbagai kegiatan dan aktifitas kehidupan sehari-hari.

Akan menjadi sebuah kesulitan bagi guru apabila kurang memahami teori belajar dalam proses belajar mengajar yang dilakukan tidak sesuai dengan harapan. Disinilah sejatinya peran seorang pendidik untuk memilih peran-peran penting yang sekiranya akan ketika mengajar didepan peserta didik. Secara umum kita bisa memahami teori apa yang akan kita gunakan apabila sebagai guru yang mengajarkan tentang mata pelajaran yang di peganggnya, Maka dalam makalah ini dibahas tentang berbagai teori belajar.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan teori belajar?
2. Berapakah macam-macam teori belajar beserta kajiannya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan teori belajar.
2. Untuk mengetahui macam-macam teori belajar beserta kajiannya.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI BELAJAR

Teori belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan john locke yaitu manusia merupakan organisme yang pasif. Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan ini muncul aliran belajar behavioristik-elementeristik.

Sedangkan menurut Leibnitz pandangan mengenai hakikat manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber dari pada semua kegiatan. Pada dasarnya manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Dari pandangan ini muncul aliran belajar yaitu belajar kognitif-holistik.

2.2 MACAM-MACAM TEORI BELAJAR

A. Teori Behaviorisme

Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecendrungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S). belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya.

Teori-teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik diantaranya:
1.      Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike.
2.      Classical conditioning, dengan tokohnya Pavlop.
3.      Operant conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner.
4.      Systematic behavior, yang dikembangkan oleh hull.
5.      Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie
Tokoh-tokoh penting yang mengembangkan teori belajar behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Thorndike
Teori koneksionisme yang dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action) (Mukminan, 1997 : 8). Ini artinya, toeri behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari berbagai respons yang mungkin bisa dilakukan. Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa berada dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : The Law of Readiness (hukum kesiapan belajar), The Law of Exercise (hukum latihan), dan The Law of Effect (hukum pengaruh).

2. Pavlov
Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis besar tidak berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike ini menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons yang diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah sebagai reinforcement itu diberikan, maka Pavlov lebih mencermati arti pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat menimbulkan respons pada diri siswa

3. E.R Guthrie
Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence tend to be followed by that movement” (Guthrie, 1952 :13). Secara sederhana dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi atau stimuli yang sama. Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan).

Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut adalah:
1. Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
3. Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
2. Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
3. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
a. Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable)
b. Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
c. Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
d. Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan atau tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).

Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku atau kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut:
a. Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa
b. Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan

Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah :
1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2. Melakukan analisis pembelajaran
3. Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar
4. Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5. Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6. Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu)
7. Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya)
8. Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9. Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta
10. Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).

B. Teori Kognitivisme
Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistic di antaranya:
1. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wetheimer
2. Teori Medan (field theory), dengan tokohnya lewin
3. Teori organismik yang dikembangkan oleh wheeler
4. Teori humanistic, dengan tokohnya maslow dan rogers
5. Teori konstruktivistik, dengan tokohnya jean piaget        
 
Menurut peaget (dalam Hudoyono,1988:45) Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1.  Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2.  Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3.    Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4.   Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Empat tahap perkembangan kognitif:
1. Tahap sensorik motorik ( 0-2 tahun)
2. Tahap preoperasional (2-6 tahun)
3. Tahap operasional kongkrit (6-12 tahun)
4. Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun).

Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya. Adapun Akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru (Hudoyono,1988:47) .Jadi belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk mengakomodasikam informasi dan pengalaman baru .Oleh kerena itu,yang perlu diperhatikan pada tahap operasi kongkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda kongkret agar mempermudah anakdidik dalam memahami kosep-konsep matemtika.

C. Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori chaos, network, dan teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi dalam lingkungan samar-samar dari peningkatan elemenelemen inti- tidak seluruhnya dikontrol oleh individu. Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan yang dapat ditindak) dapat terletak di luar diri 12

Kita (dalam organisasi atau suatu database), terfokus pada hubungan serangkaian informasi yang khusus, dan hubungan tersebut memungkinkan kita belajar lebih banyak dan lebih penting dari pada keadaan yang kita tahu sekarang.

Konstruktivisme diarahkan oleh pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat. Informasi baru diperoleh secara kontinu, yang penting adalah kemampuan untuk menentukan antara informasi yang penting dan tidak penting. Yang juga penting adalah kemampuan mengetahui kapan informasi berganti (baru). Prinsip-prinsip konstruktivisme sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005) adalah:

Belajar dan pengetahuan terletak pada keberagaman opini. Belajar adalah suatu proses menghubungkan (connecting)sumber-sumber informasi tertentu. Belajar mungkin saja terletak bukan pada alat-alat manusia. Kapasitas untuk mengetahui lebih banyak merupakan hal yang lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang. Memelihara dan menjaga hubungan-hubungan (connections) diperlukan untuk memfasilitasi belajar berkelanjutan. Kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang-bidang, ide-ide, dan konsep merupakan inti keterampilan. Saat ini (pengetahuan yang akurat dan up-to-date) adalah maksud dari semua aktivitas belajar konektivistik. Penentu adalah proses belajar itu sendiri. Pemilihan atas apa yang dipelajari dan makna dari informasi yang masuk nampak melalui realita yang ada.

Konstruktivisme juga menyatakan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan aktivitas. Pengetahuan yang dibutuhkan dihubungkan (to be connected) dengan orang yang tepat dalam konteks yang tepat agar dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme tidak menyatakan tantangan-tantangan dari pengetahuan organisasional dan pergantian (transference).

Aliran informasi dalam suatu organisasi merupakan elemen penting dalam hal efektifitas secara organisasi. Aliran informasi dianalogikan sama dengan pipa minyak dalam sebuah indusri. Menciptakan, menjaga, dan memanfaatkan aliran informasi hendaknya menjadi kunci aktivitas organisasional. Aliran pengetahuan dapat diumpamakan sebagai sebuah sungai yang berliku-liku melalui ekologi suatu organisasi. Di daerah tertentu meluap dan di tempat lain airnya surut. Sehatnya ekologi belajar dari suatu organisasi tergantung pada efektifnya pemeliharan aliran informasi.

Analisis jaringan sosial merupakan unsur-unsur tambahan dalam memahami model-model belajar di era digital. Art Kleiner (2002) menguraikan quantum theory of trust milik Karen Stephenson yang menjelaskan tidak hanya sekadar bagaimana mengenal kapabelitas kognitif kolektif dari suatu organisasi, tetapi bagaimana mengolah dan meningkatkannya.

Starting point konstruktivisme adalah individu. Pengetahuan personal terdiri dari jaringan, yang hidup dalam organisasi atau institusi, yang pada gilirannya memberi umpan balik pada jaringan itu, dan kemudian terus menerus member pengalaman belajar kepada individu. Gerak perkembangan pengetahuan (personal ke jaringan ke organisasi) memungkinkan pebelajar tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections) yang mereka bentuk.

D. Teori Belajar Humanistik

Mazhab humanis pula berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap individu itu mempunyai cara belajar yang berbeza dengan individu yang lain. Oleh itu, strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahawa setiap individu mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai kecemerlangan kendiri. Maka, guru hendaklah menjaga kendiri pelajar dan member bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap optimum.

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya

Tujuan utama teori humanistik adalah pendidik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
1. Arthur Combs (1912-1999)
2. Maslow
3. Carl Rogers
Implikasi Teori Belajar Humanistik

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.    Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.    Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.    Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.   Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.  Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.   Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.  Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.

E. Teori Belajar Kecerdasan Ganda

Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner – seorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Pada dasarnya siswa adalah individu yang unik. Setiap siswa memiliki potensi dan kemempuan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Tidak semua individu memilki profil intelegensi yang sama. Setiap individu juga memilki bakat dan minat belajar yang berbeda-beda.
Terdapat tujuh jenis kecerdasan dasar yaitu :
1. Kecerdasan Bahasa
2. Kecerdasan Matematis/Logis
3. Kecerdasan Spasial
4. Kecerdasan Kinestetik
5. Kecerdasan Musikal
6. Kecerdasan Interpersonal
7. Kecerdasan Naturalis
Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Ø  Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa
Ø  Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional.
Ø  Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh siswa merupakan hal yang sangat penting.

Faktor ini akan sangat menentukan dalam merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.

Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah – langkah berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong (2004) mengemukakan proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu :
30 % pembelajaran langsung
30 % belajar kooperatif
30% belajar independent

Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.

F. Teori Belajar Piaget

Menurut Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku.

Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.

a.       Aspek struktur
Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berfikir logis anak-anak. Tindakan tindakan menuju pada perkembangan operasi-operasi, dan selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur ynag juga di sebut skemata atau juga biasa disebut dengan konsep, merupankan organisasi mental tingkat tinggi. Struktur intelektual terbentuk pada individu waktu ia perlu interaksi dengan lingkungannya. Strktur yang terbentuk lebih memudahkan individu menghadapi tuntutan yang makin meningkat dari linkungannya. Dengan  diperolehnya suatu sekemata berarti teklah terjadi suatu perubahan dalam perkembangan intlektual anak.

b.      Aspek isi
Yang  dimaksud isi disini ialah pola prilaku anak khas yng tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang di hadapinya. Perhatian piaget tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan anak dalam kemampuan penalaran semenjak kecil hingga besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya yaitu pohon-pohon, Matahari, bulan dan konsepsi anak tentang beberapa peristiwa alam seperti bergeraknya awan dan sungai. Kemudian perhatian di tujukan lebih dalam lagi yaitu analisis proses-proses yang melandasi dan menentukan isi pikiran anak itu.

c.       Aspek fungsi
Fungsi adalah cara yang di gunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasrkan pada 2 fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mensistimatikkan atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem yag teratur dan berhubungan. Dengan organisasi, struktur fisik dan struktur psikologis diintegrasikan menjadi struktur tingkat tinggi. Fungsi ke dua yang melandasi perkembangan intelektual adalah adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecendrungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptsi pada lingkungan. Cara adaptasi ini berbaeda antar organisme yang satu dengan organisme yang lainnya. Adaptasi terhadap lingkungan di lakukan melalui dua peroses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan stuktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang di hadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi seseorang memrlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skema melainkan perkembangan skema.
Faktor-faktor yang menunjang perkembangan intelektual
a. Kedewasaan: Perkembangan sistem sraf sentral otak koordinasi motorik dan manifestsi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif.
b. Pengalaman  fisik: Intraksi dengan linkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dar benda-benda. Sebagai contoh bila anak menempatkan benda di air dan menemukan benda tersebut terapung dalam air, maka ia sudah terlibat dalam peroses abstrak sederhana atau empiris.
c. Pengalaman logika/matematik: Bila anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula pengelaman lain yang di alami anak itu, yaitu waktu ia membangun mengkonstruksi hubungan-hubungan antar objek-objek. Contoh; anak yang sederhana menghitung beberapa kelereng yang di milikinya dan ia menemuka 10 konsep. Konsep 10 bukannya suatu sifat dari kelereng-kekerng itu malainkan suatu konstruksi dai pikiran anak itu.
d. Transmisi sosial: Pengetahuan yang dipeoleh dari penglamam fisik di abstraksi dari benda-benda fisik. Dalam hal ini, pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa intruksi formal dan membaca begitu pula intralsi denga teman-teman dan orang dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan intelektual anak.
e. Ekuilibrasi atau pengaturan sendiri: Kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selam periode ketidakseimbangan.

Piaget mengasumsikan bahwa perkembangan intelektual anak melewati empat urutan perkembangan. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi urutan perkembangan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda pada setiap anak. Keempat tahap yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Tahap sensorimotor : umur 0-2 tahun.
Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan lain-lain.
b.      Tahap Pra operasional : umur 2-7 tahun.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
c.       Tahap operasi kongkret : umur 7-11/12 tahun.
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi. Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
d.      Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada  tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Teori belajar behavoritisme
Belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S).
2. Teori belajar kognitif
Belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar
3. Teori belajar konstruktivisme
Belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
4. Teori belajar humanistik
Teori belajar yang didasari pada pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya.
5. Teori belajar kecerdasan ganda
Tujuh jenis kecerdasan dasar yaitu: Kecerdasan Bahasa, Kecerdasan Matematis/Logis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Naturalis.
6.    Teori belajar piaget
Menurut Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial.
3.2 SARAN
Secara pribadi kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010. Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\piaget
Anonim. 2010. Teori Belajar. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\2teori
Anonim. 2010. Teori dan Model Pengajaran dan Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Teori&model P&P
Coachdie. 2009. Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\ Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran
Fajar. 2010. Teori Belajar. Universitas Negeri Surabaya. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\TEORI BELAJAR




Related Posts:

0 Response to "Makalah Teori Belajar"

Post a Comment