Sejarah ruang dan waktu tidak
terlepas dari sejarah alam semesta. Ruang dan waktu terbentuk bersamaan dengan
pembentukan alam semesta. Tidak ada ruang di luar alam semesta. Dan tidak ada
waktu sebelum ada alam semesta. Namun, dalam kajian fisika definisi waktu telah
disederhanakan, tidak tepat lagi dengan pemahamanan manusiawi. Kadang sulit
difahami dengan nalar awam.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengalaman manusiawi
terbagi dalam dua kelompok: Hal-hal yang objektif yang dapat dikenali dengan
pancaindera tersebar dalam ruang. Sedangkan hal-hal subjektif (ide, pemikiran,
kesadaran diri, emosi, dan sejenisnya) tersebar dalam waktu. Tidak dapat
digambarkan dalam dunia nyata, tetapi mengungkapkan waktu masa lalu, sekarang,
dan akan datang. Dalam fisika, waktu disederhanakan hanya apa yang tampak pada
arloji atau pengukur waktu lainnya (misalnya, detak jantung, jumlah ayunan
bandul, rotasi bumi, atau getaran atom).
Artikel ringkas ini sekilas mengulas sejarah alam
semesta yang juga sejarah raung dan waktu. Dimulai dengan bahasa universal
untuk memahami bagaimana alam bercerita tentang sejarah dirinya. Kemudian
sekilas mengenal posisi kita - manusia - di alam semesta yang sebenarnya secara
fisik tidak ada artinya dibandingkan dengan keluasan alam raya. Upaya memahami
sejarah lahirnya alam semesta beserta evolusinya diulas dengan hasil-hasil
sains terbaru diungkapkan secara ringkas mulai dari alam semesta secara
keseluruhan sampai tata surya dan bumi. Juga diulas evolusi alam semesta dalam
persepsi Al-Quran.
Walau tidak dibahas secara mendalam, ulasan
tentang evolusi alam dimaksudkan juga untuk meluruskan antipati ummat terhadap
sains karena kontroversi yang bersumber dari analisis yang keliru. Evolusi
(termasuk evolusi makhluk hidup) adalah keniscayaan di alam yang sering
disalahartikan dan dirancukan banyak orang hingga banyak ditentang kaum
agamawan yang tidak faham. Analisis sosiologis digunakan untuk membantah teori
sains, suatu hal yang tidak tepat.Terakhir, untuk memaknai penjelajahan
intelektualitas berbasis sains tersebut, diulas sekilas makna ikhlas dari
pemahaman sejarah ruang dan waktu.
Bahasa Universal
Dalam astronomi, bahasa
universal adalah cahaya atau lebih umumnya gelombang elektromagnetik (EM),
termasuk sinar-X, sinar ultra violet, sinar infra merah, dan gelombang radio.
Semua benda langit bercerita tentang dirinya dengan pancaran gelombang EM.
Fisika dan matematika menjadi juru bahasanya.
Objek yang sangat panas, seperti pada peristiwa
tumbukan materi yang sangat kuat akibat tarikan Lubang Hitam (Black Hole),
bercerita tentang dirinya dengan pancaran sinar-X. Dengan fisika dapat
ditafsirkan bahwa objek itu sangat panas dan dapat dikaji apa yang mungkin
menyebabkannya. Objek-objek yang sangat dingin, seperti "embrio"
bintang (protostar), bercerita banyak kepada astronom dengan pancaran sinar
infra merah dan gelombang radio. Galaksi-galaksi yang sedang berlari menjauh
memberikan pesan lewat spektrum cahayanya yang bergeser ke arah merah (red
shift).
Sayangnya, sebagian besar materi di alam semesta
tak memancarkan gelombang EM tersebut. Itulah yang dinamakan "dark
matter" (materi gelap). 'Materi gelap' itu mencakup objek raksasa yang
runtuh ke dalam intinya (misalnya Black Hole atau Lubang Hitam yang menyerap
semua cahaya), objek seperti bintang namun bermassa kecil hingga tak mampu
memantik reaksi nuklir di dalamnya (yaitu objek katai coklat), atau partikel
partikel subelementer. Penemuan di penghujung abad 20 baru lalu bahkan lebih
mengagetkan (karena tidak terduga sebelumnya) para pakar kosmologi sendiri:
Ternyata hanya 4% isi alam semesta yang kita kenali materinya (materi barionik,
terbuat dari proton dan netron). Selebihnya 23% 'materi gelap' (non-barionik)
dan 73% berupa 'energi gelap' (dark energy, istilah baru dalam kosmologi
modern).
'Materi gelap' ini ibarat orang bisu. Kita tak
dapat mendengar kisah mereka tetapi kita yakin mereka ada dihadapan kita. Kita
hanya bisa menangkap isyarat isyarat yang diberikannya. Isyarat isyarat tak
langsung itulah yang ditangkap oleh para astrofisikawan untuk mendengar kisah
"materi gelap". Isyarat-isyarat itu bisa berupa pancaran sinar X dari
bintang yang berpasangan dengan Black Hole atau dari efek gravitasi pada objek
di dekatnya.
Sekedar contoh, inilah cara Black Hole bercerita
bahwa dirinya ada. Pancaran sinar-X yang kuat bisa bercerita bahwa di sana ada obyek yang sangat
panas. Dengan telaah fisika kemudian diketahui bahwa panas itu terjadi karena
ada materi dari suatu bintang yang sedang disedot oleh benda yang kecil
bermassa sangat besar yang menjadi pasangannya. Materi yang jatuh pada bidang
yang sempit di sekitar benda penyedot itulah menimbulkan panas yang sangat
tinggi yang akhirnya memancarkan sinar-X. Dari isyarat-isyarat lainnya
disimpulkan bahwa penyebab perpindahan materi itu adalah sebuah Black Hole yang
sedang menyedot materi dari bintang pasangannya, seperti teramati pada objek
Cygnus X-1.
Kini di awal abad 21, 'materi gelap' makin gelap
lagi. Observasi astronomi masih sulit mendeteksi keberadaannya, karena mulai
bergeser ke pengertian yang lebih sempit sebagai materi non-barionik. Hanya
fisika partikel yang kini diharapkan menjadi 'juru bahasanya' dari
ungkapan-ungkapan abstrak matematis. Dari tiga jenis partikel anggota 'materi
gelap', baru netrino yang sedikit dikenali. Selebihnya masih dianggap materi
hipotetik: axion dan neutralino.
Posisi Kita di Alam Semesta
Dengan bantuan teleskop dan
detektor astronomi yang makin peka merekam objek-objek redup, kini telah
diyakini bahwa bumi kita bukanlah pusat alam semesta yang di kelilingi oleh
lapisan lapisan langit. Bumi kita hanyalah satu planet kecil di tata surya.
Tata surya terdiri dari matahari beserta
benda-benda langit lainnya yang mengitarinya. Saat ini diketahui bahwa di
sekitar matahari ada 9 planet, lebih dari 56 satelit yang mengitari planet
induknya, puluhan ribu asteroid (planet kecil), meteoroid (batuan antarplanet),
dan debu antarplanet (meteoroid mikro). Matahari adalah anggota tata surya yang
paling dominan dengan massa 99,85% dari
keseluruhan massa
total tata surya. Sedangkan massa
total 9 planet (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus, dan Pluto) hanya 0,14%.
Empat planet pertama disebut planet kebumian
karena komposisinya mirip bumi, terutama terdiri dari batuan silikat dan logam.
Empat planet berikutnya adalah planet raksasa dengan komposisi utamanya adalah
unsur-unsur ringan (Hidrogen, Helium, Argon, Karbon, Oksigen, dan Nitrogen)
berbentuk gas atau cair. Sedangkan Pluto merupakan planet terkecil yang terdiri
dari batuan dan es.
Di antara Mars dan Jupiter terdapat puluhan ribu
asteroid atau planet kecil. Tetapi massa
totalnya hanya sekitar 1% dari Merkurius, planet kebumian yang terkecil. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hampir semua batuan meteorit yang jatuh ke bumi
berasal dari pecahan asteroid tersebut.
Bumi berjarak 150 juta km dari matahari. Ini
disebut 1 Satuan Astronomi (SA). Sedangkan planet terluar, Pluto, berjarak 39.5
SA. Jarak terjauh yang masih dipengaruhi gaya
gravitasi matahari adalah sekitar 20 trilyun km atau 120.000 kali jarak
bumi-matahari. Di luar orbit planet Pluto tersebut terdapat "gudang"
komet yang jumlahnya trilyunan bakal komet. Gudang komet terdekat disebut Sabuk
Kuiper pada jarak sekitar 50 SA dan yang terjauh dikenal sebagai Awan Komet
Oort pada jarak sekitar 50.000 SA.
Gudang komet ini diduga sebagai sisa-sisa materi
pembentuk tata surya. Gangguan terhadap gudang komet itu akan menyebabkan
sebagian inti komet keluar dari gudangnya dan tertarik oleh gravitasi matahari.
Akibatnya komet itu akan mengitari matahari. Komet yang terdiri dari gas beku,
es, dan debu bila mendekati matahari akan menguap dan melepaskan debu-debunya
di sepanjang lintasannya. Itu yang sering kita sebut sebagai bintang berekor.
Di luar tata surya kita berada di ruang
antarbintang. Matahari sendiri hanyalah bintang kuning berukuran sedang. Ribuan
bintang bisa kita lihat di langit dengan mata biasa dan jutaan lagi yang bisa
kita lihat dengan teleskop. Di antaranya ada bintang bintang raksasa yang
besarnya ratusan kali besar matahari. Semuanya merupakan anggota dari ratusan
milyar bintang yang menghuni galaksi kita, Bima Sakti.
Galaksi kita digolongkan sebagai galaksi spiral,
berbentuk seperti huruf S dengan lengan tunggal atau majemuk. Diameternya
sekitar 100.000 tahun cahaya, artinya dari ujung ke ujung akan ditempuh oleh
cahaya yang berkecepatan 300.000 km/detik dalam waktu sekitar 100.000 tahun.
Tata surya kita berjarak sekitar 25.000-30.000 tahun cahaya dari pusatnya dan
mengorbit mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan sekitar 200 300 km/detik
sekali dalam 200 juta tahun.
Mungkin sekali di antara ratusan milyar bintang
anggota Bima Sakti ada bintang yang mempunyai tata planet. Namun karena
jaraknya yang amat jauh, sulit untuk menemukan tata planet tersebut. Dengan
teropong besar pun bintang bintang itu hanya tampak sebagai titik titik cahaya.
Namun akhir-akhir ini telah dijumpai bintang bintang yang dikelilingi oleh
piringan debu yang diduga mempunyai tata planet atau setidaknya dalam evolusi
membentuk tata planet. Dengan teleskop optik yang dilengkapi alat khusus,
piringan materi di sekitar bintang Beta Pictoris dapat diamati. Piringan materi
itu di duga dalam masa awal pembentukan tata planet, seperti keadaan tata surya
kita sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu atau merupakan awan komet seperti yang
ada di tepi tata surya kita.
Kalau kita menembus kedalaman langit lebih jauh
lagi, kita akan jumpai jutaan, mungkin milyaran, galaksi galaksi lain. Galaksi
galaksi itu bagaikan pulau pulau yang saling berjauhan yang berpenghuni
milyaran bintang pula. Beberapa galaksi membentuk gugusan galaksi. Kemudian
gugusan gugusan itu dan galaksi galaksi mandiri lainnya mengelompok dalam
gugusan besar yang disebut super cluster.
Bima Sakti merupakan anggota dari gugusan galaksi
yang disebut Local Group yang beranggota sekitar dua puluh galaksi dan
berdiameter sekitar 3 juta tahun cahaya. Di luar Local Group yang terpisah
sejauh puluhan atau ratusan juta tahun cahaya dijumpai pula banyak super
cluster yang terdiri ratusan atau ribuan galaksi.
Evolusi Alam Semesta
Naluri manusia selalu ingin
mengetahui asal usul sesuatu, termasuk asal-usul alam semesta. Berbagai hasil
pengamatan dianalisis dengan dukungan teori-teori fisika untuk mengungkapkan
asal-usul alam semesta. Teori yang kini diyakini bukti-buktinya menyatakan
bahwa alam semesta ini bermula dari ledakan besar (Big Bang) sekitar 13,7
milyar tahun yang lalu. Semua materi dan energi yang kini ada di alam terkumpul
dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga. Tetapi ini
jangan dibayangkan seolah olah titik itu berada di suatu tempat di alam yang
kita kenal sekarang ini. Yang benar, baik materi, energi, maupun ruang yang
ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil, hanya satu titik tak berdimensi.
Tidak ada suatu titik pun di alam semesta yang
dapat dianggap sebagai pusat ledakan. Dengan kata lain ledakan besar alam
semesta tidak seperti ledakan bom yang meledak dari satu titik ke segenap
penjuru. Hal ini karena pada hakekatnya seluruh alam turut serta dalam ledakan
itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta mengembang tiba tiba secara serentak.
Ketika itulah mulainya terbentuk materi, ruang, dan waktu.
Materi alam semesta yang pertama terbentuk adalah
hidrogen yang menjadi bahan dasar bintang dan galaksi generasi pertama. Dari
reaksi fusi nuklir di dalam bintang terbentuklah unsur-unsur berat seperti
karbon, oksigen, nitrogen, dan besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam
komposisi materi bintang merupakan salah satu "akte" lahir bintang.
Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat berarti bintang itu
"generasi muda" yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan
bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan
gas antar bintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi
alam ini memang berasal dari satu kesatuan.
Bukti-bukti pengamatan menunjukkan bahwa alam
semesta mengembang. Spektrum galaksi galaksi yang jauh sebagian besar
menunjukkan bergeser ke arah merah yang dikenal sebagai red shift (panjang
gelombangnya bertambah karena alam mengembang). Ini merupakan petunjuk bahwa
galaksi galaksi itu saling menjauh. Sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan
ruang. Galaksi galaksi itu (dalam ukuran alam semesta hanya dianggap seperti
partikel partikel) dapat dikatakan menempati kedudukan yang tetap dalam ruang,
dan ruang itu sendiri yang sedang berekspansi. Kita tidak mengenal adanya ruang
di luar alam ini. Oleh karenanya kita tidak bisa menanyakan ada apa di luar
semesta ini.
Secara sederhana, keadaan awal alam semesta dan
pengembangannya itu dapat diilustrasikan dengan pembuatan roti. Materi
pembentuk roti itu semula terkumpul dalam gumpalan kecil. Kemudian mulai
mengembang. Dengan kata lain "ruang" roti sedang mengembang. Butir
butir partikel di dalam roti itu (analog dengan galaksi di alam semesta) saling
menjauh sejalan dengan pengembangan roti itu (analog dengan alam).
Dalam ilustrasi tersebut, kita berada di salah
satu partikel di dalam roti itu. Di luar roti, kita tidak mengenal adanya ruang
lain, karena pengetahuan kita, yang berada di dalam roti itu, terbatas hanya
pada ruang roti itu sendiri. Demikian pulalah, kita tidak mengenal alam fisik
lain di luar dimensi "ruang waktu" yang kita kenal.
Bukti lain adanya pengembangan alam semesta di
peroleh dari pengamatan radio astronomi. Radiasi yang terpancar pada saat awal
pembentukan itu masih berupa cahaya. Namun karena alam semesta terus
mengembang, panjang gelombang radiasi itu pun makin panjang, menjadi gelombang
radio. Kini radiasi awal itu dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik
(cosmic background radiation) yang dapat dideteksi dengan teleskop radio.
Model Alam Semesta
Dengan hanya mengandalkan
pengamatan, kita tidak mungkin menggambarkan bagaimana wujud alam semesta ini.
Maka diperlukanlah suatu model matematis yang dapat menjelaskan "bentuk"
alam semesta ini termasuk evolusinya. Dengan menggunakan solusi kosmologis
persamaan Einstein dan Prinsip Kosmologis yang menganggap bahwa alam semesta
homogen di mana pun dan isotropik di setiap titik di alam, didapatkan dua model
alam semesta: "terbuka" (atau tak berhingga) dan "tertutup"
(atau berhingga tak berbatas). Prinsip Kosmologis yang diasumsikan tersebut
didasarkan hasil pengamatan bahwa alam semesta tampaknya homogen dan isotropik
, yaitu galaksi galaksi tampak tersebar seragam ke segala arah.
Untuk menentukan model mana yang benar diperlukan
informasi tentang massa
total alam semesta ini. Seandainya seluruh materi di alam ini tidak cukup
banyak untuk mengerem pengembangan maka alam semesta akan terus mengembang dan
berarti alam semesta ini "terbuka" atau tak berhingga. Tetapi jika
massanya cukup besar, maka pengembangan alam semesta akan direm, akhirnya
berhenti dan mulai mengerut lagi. Kalau ini yang terbukti berarti alam semesta
"tertutup" atau bersifat "berhingga tak berbatas".
Sifat alam semesta "berhingga tak
berbatas" itu dapat diilustrasikan dalam dua dimensi pada bola bumi
(sesungguhnya alam berdimensi empat, tiga dimensi ruang dan satu dimensi
waktu). Bola itu berhingga ukurannya namun tak berbatas, tak bertepi. Garis
garis lintang analog dengan "ruang" alam semesta ini dan garis garis
bujur analog dengan "waktu". Perjalanan "ruang waktu" alam
ini bermula dari kutub utara menuju kutub selatan. Kita menelusuri garis bujur.
Dengan bertambah jauh kita menelusurinya (atau bertambah "waktu" nya)
kita akan jumpai lingkaran lingkaran lintang yang bertambah besar (atau
"ruang" alam semesta mengembang). Setelah mencapai maksimum di
khatulistiwa, kemudian lingkaran lintang pun mulai mengecil lagi. Seperti itu
pula alam semesta mulai mengerut. Bila kita berjalan sepanjang garis lintang,
kita akan kembali ke titik semula. Sama halnya dengan sifat "ruang"
alam semesta yang tak berbatas itu. Cahaya yang kita pancarkan ke arah mana
pun, pada prinsipnya, akan kembali lagi dari arah belakang kita. Bila model ini
benar, pada prinsipnya, kita akan bisa melihat galaksi Bima Sakti (galaksi
kita) berada di antara galaksi galaksi yang jauh (galaksi luar).
Sampai tahun 1990-an belum dapat diputuskan model
mana yang benar karena belum adanya bukti observasi yang betul betul
meyakinkan. Pengamatan Deuterium yang dilakukan satelit Copernicus pada tahun
1973 menghasilkan jumlah Deuterium 0.00002 kali jumlah Hidrogen. Sebenarnya ini
merupakan alasan terkuat yang mendukung model alam "tak berhingga",
artinya alam semesta akan terus mengembang. Namun analisis nasib akhir alam
semesta kini berbalik. Walaupun bukti-bukti lain kini makin meyakinkan bahwa
alam semesta memenuhi model geometri datar-terbuka.
Penemuan-penemuan terbaru akhir Abad 20
mengungkapkan bahwa materi alam semesta tidak menentukan nasib akhir alam
semesta apakah akan mengembang terus atau akan kembali mengerut. Penemuan
'energi gelap' telah mengubah cara berpikir para pakar kosmologi. Pada satu
sisi, materi mengerem pengembangan alam semesta, namun pada sisi lain 'energi
gelap' justru mempercepat pengembangannya. Hanya saja, keberadaan 'energi
gelap' tetap membuka peluang pengembangan terus menerus atau kembali mengerut,
walau pun alam semesta diyakini mempunyai sifat datar-terbuka (artinya objek
yang teramati sesuai dengan ukuran sebenarnya).
Evolusi Bintang
Bintang-bintang lahir dari
awan molekul. Teori saat ini menyatakan kelahiran bintang dimulai dari
penggumpalan awan molekul. Partikel-partikel awan molekul itu akibat gaya gravitasinya runtuh
ke intinya membentuk inti yang akan menjadi bintang. Akibat rotasi gumpalan
awan molekul itu sebagian materi tidak jatuh ke intinya, tetapi ke sekitar inti
membentuk piringan. Inti bintang itu mulai memanas tetapi masih diselimuti debu
dan gas yang tebal dan amat dingin, di bawah minus 200 derajat C. Ibarat bakal
kupu-kupu dalam kepompong, inti bintang itu tak terlihat dari luar. Yang
teramati hanya selimut debunya. Itu pun hanya pancaran infra merah dan radio
yang bisa terdeteksi.
Inti bintang yang makin panas akan memantik
reaksi fusi nuklir. Aktivitas bintang yang memancarkan radiasi dan partikel
angin bintang dimulai. Embusan angin bintang lambat laun akan menyingkirkan
selimut debu dan gas di sekitar bintang itu. Mulanya semburan dari arah kedua
kutub bintang itu lalu pancaran angin bintang lambat laun akan menyingkirkan
debu dan gas yang menyelimutinya. Yang tersisa adalah piringan debu dan gas di
piringan sekitar ekuatornya. Piringan debu dan gas di sekitar bintang itu
diyakini sebagai cikal bakal planet. Dengan tersibaknya selimut debu, inti
bintang mulai tampak secara visual, walau masih amat redup dan hanya bisa
teramati dengan teleskop besar. Kini diketahui banyak bintang yang masih
mempunyai piringan debu dan gas yang umurnya masih beberapa juta tahun. Matahari
kita tergolong bintang "remaja" yang baru berumur 4,5 milyar tahun.
Reaksi fusi nuklir menjadi sumber energi bintang
-- termasuk matahari -- hingga bersinar. Angin bintang dan tekanan radiasi
akhirnya juga akan menyingkirkan debu-debu di piringan. Kalau di piringan itu
terbentuk planet-planet, yang tersisa adalah planet-planet dan sedikit materi
debu-debu antarplanet.
Hasil reaksi fusi nuklir di inti bintang adalah
unsur-unsur yang lebih berat. Bila bahan bakar nuklir di intinya habis,
akhirnya bintang pun akan mati. Akhir kehidupannya tergantung massa dan keadaan fisik bintang. Ada bintang mengakhiri
hidupnya dengan mengembang lalu akhirnya melepaskan materi-materinya ke angkasa
dan akhirnya menjadi bintang kerdil putih. Matahari tergolong bintang yang akan
mengakhiri hidupnya dengan cara itu. Ada
pula yang meledak yang disebut supernova. Nah, materi-materi yang terlepas ke
angkasa itu nantinya akan menjadi bahan dasar pembentukan bintang baru
berikurnya.
Evolusi Tata Surya
Dari berbagai telaah radioisotop
diperoleh bahwa batuan tertua di bumi berumur sekitar 4,1 milyar tahun, batuan
di bulan tertua 4,4 milyar tahun, dan meteorit tertua berumur 4,6 milyar tahun.
Umur batuan ini menunjukkan pula bahwa tata surya terbentuk sekitar 4,5 milyar
tahun yang lalu. Dari hasil pengamatan tata surya dan bintang-bintang sejenis
matahari maka dibangunkah teori-teori tentang asal-usul tata surya. Banyak
teori dibuat dan direvisi berdasarkan temuan-temuan terbaru. Menurut teori yang
saat ini dianggap paling sesuai dengan banyak bukti pengamatan dan telaah
teoritiknya, tata surya terbentuk seperti umumnya bintang-bintang bermassa
kecil lainnya.
Survai IRAS (Satelit Astronomi Inframerah) dan
pengamatan teleskop radio menunjukkan banyak bintang bermassa kecil (hampir
mirip matahari) masih dalam proses pembentukan. Bagian intinya membentuk embrio
bintang yang dikelilingi piringan debu dan gas. Hasil pengamatan itu didukung
model teoritik berdasarkan perhitungan fisika. Menurut telaah teoritik,
pembentukan bintang bermula dari kontraksi (pemadatan) debu dan gas secara
lambat akibat gaya
gravitasinya sendiri yang membentuk core (gumpalan) di dalam awan molekul
raksasa.
Setelah bagian intinya cukup padat, terjadilah
collapse (pemadatan tiba-tiba) dan materi mulai jatuh (infall) ke arah
pusatnya. Akibat perputaran core itu, gas dan debu yang runtuh mulai dari
bagian dalam, bukan hanya embrio bintang yang terbentuk tetapi juga piringan
(disk) di sekitarnya. Embrio bintang dan piringan masih diselubungi oleh debu
yang amat tebal sehingga tidak terlihat dari luar. Hanya pancaran sinar
inframerah yang dapat diamati.
Dalam proses selanjutnya, embrio bintang
berkembang menjadi bintang muda yang di dalam intinya mulai terjadi reaksi
nuklir. Bintang muda itu kemudian memancarkan partikel-partikel halusnya yang
disebut angin bintang. Ini dimulai dari arah kutubnya selanjutnya ke arah
ekuatornya. Dengan itu pula infall berhenti dan selubung debunya mulai
tersibak. Yang tersisa adalah piringan gas dan debu di sekitar bintang muda
tersebut. Sisa piringan gas dan debu itu disebut nebula proto-planet, karena di
piringan itulah kemudian terbentuk planet-planet.
Bintang (matahari) dan piringan debunya
selanjutnya memasuki masa pembentukan planet-planetnya. Salah satu teori
menyebutkan bahwa nebula proto-planet mula-mula berdiameter sekitar 20 SA
ketika infall berhenti, belum seluas tata surya kita sekarang. Kemudian nebula
proto-planet melebar sehingga diameternya menjadi sekitar 40 SA yang disertai
dengan proses pendinginan. Proses pendinginan nebula proto-planet menyebabkan
terjadinya penggumpalan gas dan debu. Senyawa yang mula-mula berkondensasi
adalah besi dan silikat. Di bagian luar tata nebula proto-planet yang
temperaturnya lebih rendah, es air juga ikut berkondensasi. Teori yang kini
dianggap kuat menyatakan bahwa planet-planet berasal dari penggumpalan itu yang
disebut planetesimal.
Bumi dan planet-planet kebumian lainnya
(Merkurius, Venus, dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat yang
terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Sedangkan Jupiter dan
planet-planet raksasa lainnya terbentuk dari planetesimal besar, antara lain
akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu menangkap gas, terutama
Hidrogen dan Helium. Planetesimal kecil yang tidak membentuk planet atau pecah
akibat tumbukan sesamanya tersisa sebagai komet, asteroid, dan meteoroid.
Evolusi Bumi
Tata surya di awal evolusinya
penuh dengan tumbukan. Proto-bumi (bakal bumi) dan proto-planet (bakal planet)
lainnya juga mengalami tumbukan yang hebat. Salah satu bukti adanya tumbukan
besar itu adalah kemiringan sumbu rotasi planet-planet terhadap bidang
orbitnya. Tumbukan hebat yang dialami proto-bumi bukan hanya menyebabkan
kemiringan sumbu rotasi bumi 23.5o, tetapi juga terbentuknya bulan.
Menurut teori yang paling kuat bukti-buktinya,
proto-bumi pernah mengalami tumbukan hebat dengan proto-planet lainnya yang
massanya sekitar 1/9 massa
bumi. Tumbukan hebat ini menyebabkan terlontarnya batuan sebesar massa bulan (0.01 massa
bumi) ke angkasa dan membentuk bulan. Salah satu bukti kuat teori ini adalah
tidak dijumpainya inti besi di bulan karena yang terlontar hanya bagian kulit
bumi. Akibat tumbukan itu juga atmosfer bumi lenyap. Atmosfer yang ada kini
sebagian dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian lainnya
berasal dari pecahan komet atau asteroid yang menumbuk bumi.
Komet yang komposisi terbesarnya adalah es air
(20% massanya) diduga kuat merupakan sumber air bagi bumi, karena rasio
Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet hampir sama dengan rasio D/H pada air di
bumi, yaitu sekitar 0.0002. Sekedar gambaran, berikut ini diberikan perhitungan
kasar jumlah komet yang mungkin telah menumbuk bumi dan menyumbangkan airnya.
Sebuah komet yang berdiameter 10 km mempunyai massa total sekitar 500 milyar ton, berarti mengandung
air sekitar seratus milyar ton. Sedangkan massa total lautan saat ini sekitar
1,3 juta trilyun ton, kira-kira setara dengan 10 juta komet berdiameter 10 km.
Ini menunjukkan pernah terjadi tumbukan komet yang luar biasa hebatnya dengan
bumi dalam jangka waktu yang panjang.
Evolusi Alam dalam Perspektif Al Quran
Setelah menjelajah bukti-bukti
observasi dan teori ilmiah tentang evolusi alam semesta, menarik juga untuk
meninjau aspek religius untuk diperbandingkan dengan aspek ilmiah itu. Walaupun
hal ini masih bersifat interpretasi yang masih dapat diperdebatkan.
Menurut Al-Qur'an, alam (langit dan bumi)
diciptakan Allah dalam enam masa (Q.S. 41:9-12), dua masa untuk menciptakan
langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan
bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan
menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa ("hari",
ayyam) tidak dirinci di dalam Al-Qur'an.
Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu.
Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di
dalam Al-Qur-an (Q.S. 41:9-12 dan Q.S. 79:27-32) dapat ditafsirkan bahwa enam
masa itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya
manusia. Lamanya tiap masa tidak merupakan fokus perhatian.
Masa pertama dimulai dengan ledakan besar (big
bang) (Q.S. 21:30, langit dan bumi asalnya bersatu) sekitar 10 - 20 milyar
tahun lalu. Inilah awal terciptanya materi, energi, dan waktu.
"Ledakan" itu pada hakikatnya adalah pengembangan ruang yang dalam
Al-Quran disebut bahwa Allah berkuasa meluaskan langit (Q.S. 51:47). Materi
yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen yang menjadi bahan dasar
bintang-bintang generasi pertama. Hasil fusi nuklir antara inti-inti Hidrogen
menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat, seperti karbon, oksigen, sampai
besi.
Masa yang ke dua adalah pembentukan
bintang-bintang yang terus berlangsung. Dalam bahasa Al-Quran disebut
penyempurnaan langit. Dukhan (debu-debu dan gas antarbintang, Q. S. 41:11) pada
proses pembentukan bintang akan menggumpal memadat. Bila intinya telah cukup
panasnya untuk memantik reaksi fusi nuklir, maka mulailah bintang bersinar.
Bila bintang mati dengan ledakan supernova unsur-unsur berat hasil fusi nuklir
akan dilepaskan. Selanjutnya unsur-unsur berat yang terdapat sebagai materi
antarbintang bersama dengan hidrogen akan menjadi bahan pembentuk
bintang-bintang generasi berikutnya, termasuk planet-planetnya. Di dalam
Al-Qur'an penciptaan langit kadang disebut sebelum penciptaan bumi dan kadang
disebut sesudahnya karena prosesnya memang berlanjut.
Inilah dua masa penciptaan langit. Dalam bahasa
Al-Qura'an, big bang dan pengembangan alam yang menjadikan galaksi-galaksi
tampak makin berjauhan (makin "tinggi" menurut pengamat di bumi)
serta proses pembentukan bintang-bintang baru disebutkan sebagai "Dia
meninggikan bangunannya (langit) lalu menyempurnakannya" (Q.S. 79:28)
Masa ke tiga dan ke empat dalam penciptaan alam
semesta adalah proses penciptaan tata surya termasuk bumi. Proses pembentukan
matahari sekitar 4,5 milyar tahun lalu dan mulai dipancarkannya cahaya dan
angin matahari itulah masa ke tiga penciptaan alam semesta. Proto-bumi ('bayi'
bumi) yang telah terbentuk terus berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan
malam di bumi. Itulahlah yang diungkapkan dengan indah pada ayat lanjutan pada
Q.S. 79:29, "dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan
siangnya terang benderang.
Masa pemadatan kulit bumi agar layak bagi hunian
makhluk hidup adalah masa ke empat. Bumi yang terbentuk dari debu-debu
antarbintang yang dingin mulai menghangat dengan pemanasan sinar matahari dan
pemanasan dari dalam (endogenik) dari peluruhan unsur-unsur radioaktif di bawah
kulit bumi. Akibat pemanasan endogenik itu materi di bawah kulit bumi menjadi lebur,
antara lain muncul sebagai lava dari gunung api. Batuan basalt yang menjadi
dasar lautan dan granit yang menjadi batuan utama di daratan merupakan hasil
pembekuan materi leburan tersebut. Pemadatan kulit bumi yang menjadi dasar
lautan dan daratan itulah yang nampaknya dimaksudkan penghamparan bumi pada
Q.S. 79:30, "Dan bumi sesudah itu (sesudah penciptaan langit) dihamparkan
Nya."
Menurut analisis astronomis, pada masa awal umur
tata surya gumpalan-gumpalan sisa pembentukan tata surya yang tidak menjadi
planet masih sangat banyak bertebaran. Salah satu gumpalan raksasa, 1/9 massa bumi, menabrak bumi
menyebabkan lontaran materi yang kini menjadi bulan. Akibat tabrakan itu sumbu
rotasi bumi menjadi miring 23,5 derajat dan atmosfer bumi lenyap. Atmosfer yang
ada kini sebagian dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian
lainnya berasal dari pecahan komet atau asteroid yang menumbuk bumi. Komet yang
komposisi terbesarnya adalah es air (20% massanya) diduga kuat merupakan sumber
air bagi bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet hampir sama dengan
rasio D/H pada air di bumi, sekitar 0.0002. Hadirnya air dan atmosfer di bumi
sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke lima proses penciptaan alam.
Pemanasan matahari menimbulkan fenomena cuaca di
bumi: awan dan halilintar. Melimpahnya air laut dan kondisi atmosfer purba yang
kaya gas metan (CH4) dan amonia (NH3) serta sama sekali
tidak mengandung oksigen bebas dengan bantuan energi listrik dari halilintar
diduga menjadi awal kelahiran senyawa organik. Senyawa organik yang mengikuti
aliran air akhirnya tertumpuk di laut. Kehidupan diperkirakan bermula dari laut
yang hangat sekitar 3,5 milyar tahun lalu berdasarkan fosil tertua yang pernah
ditemukan. Di dalam Al-Qur'an Q.S. 21:30 memang disebutkan semua makhluk hidup
berasal dari air.
Lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari
makhluk bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan merupakan masa ke enam dalam proses
penciptaan alam. Hadirnya tumbuhan dan proses fotosintesis sekitar 2 milyar
tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi dengan oksigen bebas. Pada masa ke
enam itu pula proses geologis yang menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan
lahirnya rantai pegunungan di bumi terus berlanjut.
Tersedianya air, oksigen, tumbuhan, dan kelak
hewan-hewan pada dua masa terakhir itulah yang agaknya dimaksudkan Allah
memberkahi bumi dan menyediakan makanan bagi penghuninya (Q.S. 41:10). Di dalam
Q.S. 79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai penutup kronologis enam masa
penciptaan, "Ia memancarkan dari padanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh tumbuhannya. Dan gunung gunung dipancangkan Nya dengan teguh, (semua
itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang binatang ternakmu".
Bagaimana akhir alam semesta? Kosmologi (cabang
ilmu yang mempelajari struktur dan evolusi alam semesta) masih menyatakan
sebagai pertanyaan yang terbuka, belum ada jawabnya, mungkin terus berkembang
atau mungkin pula kembali mengerut. Namun Al-Quran mengisyaratkan adanya
pengerutan alam semesta, seperti terungkap pada QS 21:104. "Pada hari kami
gulung langit, seperti menggulung lembaran-lembaran kertas (makin mengecil)
seperti Kami telah menjadikan pada awalnya, begitulah kami mengulanginya."
semoga bermanfaat..Alam semesta
0 Response to "Alam Semesta"
Post a Comment